Saturday, November 29, 2008

Sindrom Asperger atau kelainan perkembangan syaraf otak

Sindrom Asperger atau Gangguan Asperger (SA) merupakan suatu gejala
kelainan perkembangan syaraf otak yang namanya diambil dari seorang
dokter berkebangsaan Austria, Hans Asperger, yang pada tahun 1944
menerbitkan sebuah makalah yang menjelaskan mengenai pola perilaku dari
beberapa anak laki-laki memiliki tingkat intelegensi dan perkembangan
bahasa yang normal, namun juga memperlihatkan perilaku yang mirip
autisme, serta mengalami kekurangan dalam hubungan sosial dan kecakapan
komunikasi. Walaupun makalahnya itu telah dipublikasikan sejak tahun
1940-an, namun Sindrom Asperger baru dimasukkan ke dalam katergori DSM
IV pada tahun 1994 dan baru beberapa tahun terakhir Sindrom Asperger
tersebut dikenal oleh para ahli dan orang tua.


Seseorang penyandang SA dapat memperlihatkan bermacam-macam karakter dan
gangguan tersebut. Seseorang penyandang SA dapat memperlihatkan
kekurangan dalam bersosialisasi, mengalami kesulitan jika terjadi
perubahan, dan selalu melakukan hal-hal yang sama berulang ulang. Sering
mereka terobsesi oleh rutinitas dan menyibukkan diri dengan sesuatu
aktivitas yang menarik perhatian mereka. Mereka selalu mengalami
kesulitan dalam membaca aba-aba (bahasa tubuh) dan seringkali seseorang
penyandang SA mengalami kesulitan dalam menentukan dengan baik posisi
badan dalam ruang (orientasi ruang dan bentuk).


Karena memiliki perasaan terlalu sensitif yang berlebihan terhadap
suara, rasa, penciuman dan penglihatan, mereka lebih menyukai pakaian
yang lembut, makanan tertentu dan merasa terganggu oleh suatu keributan
atau penerangan lampu yang mana orang normal tidak dapat mendengar atau
melihatnya. Penting untuk diperhatikan bahwa penyandang SA memandang
dunia dengan cara yang berlainan. Sebab itu, banyak perilaku yang aneh
dan luar biasa yang disebabkan oleh perbedaan neurobiologi tersebut,
bukan karena sengaja berlaku kasar atau berlaku tidak sopan, dan yang
lebih penting lagi, adalah bukan dikarenakan 'hasil didikan orang tua
yang tidak benar'.


Menurut definisi, penyandang SA mempunyai IQ.normal dan banyak dari
mereka (walaupun tidak semua) memperlihatkan pengecualian dalam
keterampilan atau bakat di bidang tertentu. Karena mereka memiliki
fungsionalitas tingkat tinggi serta bersifat naif, maka mereka dianggap
eksentrik, aneh dan mudah dijadikan bahan untuk ejekan dan sering
dipaksa temanya untuk berbuat sesuatu yang tidak senonoh. Walaupun
perkembangan bahasa mereka kelihatannya normal, namun penyandang SA
sering tidak pragmatis dan prosodi. Perbendaharaan kata-kata mereka
kadang sangat kaya dan beberapa anak sering dianggap sebagai 'profesor
kecil'. Namun mereka dapat menguasai literatur tapi sulit menggunakan
bahasa dalam konteks sosial.


Sifat-sifat dalam belajar dan berperilaku pada murid penyandang Asperger
antara lain:

1. Sindrom Asperger merupakan suatu sifat khusus yang ditandai
dengan kelemahan kualitatif dalam berinteraksi sosial.
Sesorang penyandang Sindrom Asperger (SA) dapat bergaul
dengan orang lain, namun dia tidak mempunyai keahlian
berkomunikasi dan mereka akan mendekati orang lain dengan
cara yang ganjil (Klin & Volkmar, 1997). Mereka sering tidak
mengerti akan kebiasaan sosial yang ada dan secara sosial
akan tampak aneh, sulit ber-empati, dan salah
menginterpretasikan gerakan-gerakan. Pengidap SA sulit dalam
berlajar bersosialisasi serta memerlukan suatu instruksi
yang jelas untuk dapat bersosialisasi.

2. Walaupun anak-anak penyandang SA biasanya berbicara lancar
saat mencapai usia lima tahun, namun mereka sering mempunyai
masalah dalam menggunakan bahasa dalam konteks sosial (
pragmatik ) dan tidak mampu mengenali sebuah kata yang
memiliki arti yang berbeda-beda (semantic) serta khas dalam
berbicara /prosodi (tinggi rendahnya suara, serta tekanan
dalam berbicara) (Attwood, 1998). Murid penyandang SA bisa
jadi memiliki perbendaharaan kata-kata yang lebih, dan
sering tak henti-hentinya berbicara mengenai suatu subyek
yang ia sukai. Topik pembicaraan sering dijelaskan secara
sempit dan orang itu mengalami kesulitan untuk berpindah ke
topik lain. Mereka dapat merasa sulit berbicara teratur.
penyandang SA dapat memotong pembicaraan orang lain atau
membicarakan ulang pembicaraan orang lain, atau memberikan
komentar yang tidak relevan serta mengalami kesulitan dalam
memulai dan mengakhiri suatu pembicaraan. Cara berbicaranya
kurang bervariasi dalam hal tinggi rendahnya suara, tekanan
dan irama, dan, bila murid tersebut telah mencapai usia
lebih dewasa, cara berbicaranya sering terlalu formal.
Kesulitan dalam berkomunikasi sosial dapat terlihat dari
cara berdiri yang terlalu dekat dengan orang lain, memandang
lama, postur tubuh yang tidak normal, dan tak dapat memahami
gerakan-gerakan dan ekspresi wajah.


3. Murid penyandang SA memiliki kemampuan intelegensi normal
sampai di atas rata-rata, dan terlihat berkemampuan tinggi.
Kebanyakan dari mereka cakap dalam memperdalam ilmu
pengetahuan dan sangat menguasai subyek yang mereka sukai
pernah pelajari. Namun mereka lemah dalam hal pengertian dan
pemikiran abstrak, juga dalam pengenalan sosial. Sebagai
akibatnya, mereka mengalami kesulitan akademis, khususnya
dalam kemampuan membaca dan mengerti apa yang dibaca,
menyelesaikan masalah, kecakapan berorganisasi, pengembangan
konsep, membuat kesimpulan dan menilai. Ditambah pula,
mereka sering kesulitan untuk bersikap lebih fleksibel.
Pemikiran mereka cenderung lebih kaku. Mereka juga sering
kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan, atau
menerima kegagalan yang dialaminya, serta tidak siap belajar
dari kesalahan-kesalahanya. (Attwood 1998).

4. Diperkirakan bahwa 50% - 90% dari penyandang SA mempunyai
kesulitan dalam koordinasi motoriknya (Attwood 1998).
Motorik yang terkena dalam hal melakukan gerakan yang
berpindah-pindah (locomotion), kecakapan bermain bola,
keseimbangan, cakap menggerakan sesuatu dengan tangan,
menulis dengan tangan, gerak cepat, persendian lemah, irama
serta daya mengikuti gerakan-gerakan.

5. Seorang penyandang SA memiliki kesamaan sifat dengan
penyandang autisme yaitu dalam menanggapi rangsangan
sensori. Mereka bisa menjadi hiper sensitif terhadap
beberapa rangsangan tertentu dan akan terikat pada suatu
perilaku yang tidak biasa dalam memperoleh suatu rangsangan
sensori yang khusus.

6. Seorang penyandang SA biasanya kelihatan seperti tidak
memperhatikan lawan bicara, mudah terganggu konsentrasinya
dan dapat / pernah dikategorikan sebagai penyandang ADHD
(Attention Deficit Hyperactivity Disorder) sewaktu
di-diagnosa dalam masa kehidupan mereka (Myles & Simpson, 1998).

7. Rasa takut yang berlebihan juga merupakan salah satu sifat
yang dihubungkan dengan penyandang SA. Mereka akan sulit
belajar menyesuaikan diri dengan tuntutan bersosialisasi di
sekolah. Instruksi yang baik dan benar akan membantu
meringankan tekanan-tekanan yang dialaminya.